Latar Belakang Prosesi Doa Dana Dan Pandangan Masyarakat
Indonesia Memiliki
banyak suku bangsa, tampak bahwa masing-masing suku bangsa tersebut memiliki kebudayaan yang
berbeda. Hal ini dikarenakan
kondisi sosial budaya masyarakat yang satu dengan yang lainnya
berbeda dan senantiasa dilestarikan secara
turun- temurun dari generasi ke generasi. Setiap daerah memiliki tradisi dan ritual yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya, hal inilah
yang menjadikan masyarakat Indonesia
sebagai masyarakat majemuk. Salah satu akibat dari kemajemukkan tersebut
adalah terciptanya beranekaragam ritual keagamaan yang
mempunyai bentuk atau cara melestraikan serta maksud dan tujuan yang berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Upacara keagamaan dalam
kebudayaan suku bangsa merupakan unsur kebudayaan yang paling tampak lahir. Sebagaimana beberapa daerah di
indonesia masih banyak yang membudayakan kepercayaan terhadap jimat, kayu batu, pohon besar dan lain-lain yang dianggap dapat mempengaruhi gerak hidup, dapat membuat untung rugi, bencana
dan bahagia terhadap umat manusia. Sistem
ritus dan upacara dalam religi berwujud aktifitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktianya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang atau mahluk halus dalam
usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan mahluk gaib. Ritus religi biasanya
berulang-ulang, baik setiap
hari maupun tahunan
dan itu dijadikan sebagai tradisi.
Tradisi adalah kesamaan
benda material dari gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum
dihancurkan atau dirusak.
Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang benar atau
warisan masa lalu. Namun Tradisi yang terjadi berulang- ulang bukanlah
dilakukan sebagai kebetulan atau disengaja.
Tradisi sebagai ekspresi pemikiran kreatif bagi manusia tidak dapat
melepaskan diri dari lingkungan
sosialnya sehingga persentuhan, baik antara tradisi dengan tradisi, antara tradisi
dengan Agama menjadi
sesuatu yang tak terelakkan. Persinggungan ketradisian menjadi proses akulturasi yang dapat melahirkan
bentuk ketradisian baru. Melalui
proses Pewarisan dari orang perorang atau dari generasi ke generasi lain, tradisi mengalami perubahan baik dalam
skala besar maupun kecil. Inilah yang dikatakana invited tradition, dimana
tradisi diwariskan secara pasif, tetapi juga di rekontruksi dengan maksud atau menamakanya kepada orang lain.
Oleh karena itu, memandang hubungan islam dengan tradisi
atau kebudayaan selalu
terdapat variasi interpatasi sesuai dengan konteks
lokasi masing-masing.
Masyarakat Bima memiliki
banyak tradisi dari siklus kelahiran sampai kematian. Salah satu tradisi yang masih dilakukan
yaitu tradisi Doa Dana khususnya di
Desa Soro. Tradisi ini Merupakan
tradisi yang ada sejak zaman nenek moyang dan diwariskan kepada generasi penerus untuk dilestarikan.
Ritual Tolak bala ini termasuk dalam folklor sebagian lisan. Folklor sebagian
lisan adalah folklor yang bentuknya
merupakan campuran unsur lisan dan
bukan lisan.
Tradisi Doa Dana ini sudah ada pada jaman dahulu
sebelum masuknya Islam di tanah Bima. Tradisi
Doa Dana adalah tradisi
yang di yakini sebagian masyarakat Desa Soro Kecamatan Lambu Kabupaten Bima sebagai ritual penangkal bencana
(bahaya masuk kampung, dan lain-lain sebagainya), dengan berdoa ditengah
kampung, semisal berbagai macam bencana alam, wabah penyakit dan terhindar dari
hal-hal gaib. Doa Dana diyakini sebagai jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang tak dapat dipecahkan
oleh akal. Sehingga mereka percaya bahwa ritual tersebut dapat memberikan manfaat dan menolak mudharat bagi yang
mempercayainya. Pada upacara adat dibutuhkan
sesajen. Sesajen merupakan
aktualisasi dari pikiran,
keinginan, dan perasaan
untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan. Sesajen juga merupakan wacana simbol yang digunakan sebagai sarana negoisasi spiritual kepada
hal-hal gaib6. Di samping itu, mereka juga percaya akan eksistensi roh dari manusia, yang
bila seorang meninggal dunia, maka rohya akan tetap tinggal di Desa tempat tinggalnya dan tetap memerhatikan kehidupan keluarga yang ditinggalkannya.
Soeroto dalam bukunya Indonesia ditengah-tengah dunia dari Abad ke Abad menerangkan bahwa menurut kepercayaan
nenek moyang, roh-roh yang telah meninggal itu
akan tinggal dipohon-pohon besar, dibatu-batu besar di gunung-gunung, dipintu gerbang Desa, di persimpangan jalan, dan sebagainya. Roh itu disebut “Hyang”. Hyang di samping suka memberi
perlindungan, dan juga suka menganggu dan mencelakakan.
Menurut Keyakinan
sebagian masyarakat Desa Soro, Tanah adalah tempat semua mahluk baik itu manusia (terlihat) maupun
tidak terlihat (gaib). Sehingga mereka percaya
akan eksistensi roh-roh dari manusia, yang bila sesorang meninggal
dunia, maka rohnya akan tetap tinggal
di desa tempat tinggalnya dan tetap memperhatikan kehidupan keluarga yang di tinggalkanya. Doa Dana dilakukan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat, seperti masyarakat yang terkena
wabah penyakit Kolera. Pelaksaanan
tradisi tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa, disamping dengan mempersiapkan
sesajen-sesajen yang disimpan pada tempat
yang disediakan yaitu di tanah yang dialasi oleh tarpal atau tikar yang terbuat
daun lontar yang digelar ditengah
perkampungan. Ritual tersebut
di pimpin oleh orang yang berpengalaman dan orang-orang yang
mengetahui bacaan-bacaan yang disebutkan sebagai suatu rangkaian acara dari ritual tersebut. Setelah Selesai
diharapkan semua yang hadir untuk saling berebut makanan yang telah didoakan.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur‘an surah Al-Baqarah Ayat 170, tentang manusia yang cenderung mengikuti apa yang
diwariskan leluhur mereka ketimbang mengikuti ajaran Islam.
Terjemahanya:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk.
NOTE:
Tulisan ini merupakan SKRIPSI KARYA ILMIAH Andriani Sufiani, S.Ag
Sumber: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/12824
0 comments: